1. Bercita-cita Tinggi
Pendahulu bangsa kita memiliki visi yang sangat jauh dan cita-cita yang tinggi. Deliar Noer menulis, “mereka bisa dikatakan senantiasa berjuang tanpa memerhatikan nasib diri sendiri. Dana yang pemerintah berikan pun mereka benar-benar gunakan untuk kepentingan bersama.” Seperti yang diperlihatkan Hatta pada 1956 dan Natsir pada 1951, sisa dana yang diperoleh dari negara mereka kembalikan ke kas negara.
2. Kehidupan yang Sederhana
Rumah para pemimpin dahulu sederhana. Harta yang mereka miliki tidak berlebihan, walaupun sebenarnya bisa saja menjadi sangat kaya. Seperti H. Agus Salim, Bapak Syafruddin Prawiranegara, Mohammad Roem. Mereka semuanya adalah diplomat yang tahu pintu-pintu uang, namun mereka memilih untuk hidup menjadi sederhana.
3. Birokrasi yang Sungguh-sungguh
Pejabat benar-benar menjalankan amanat. Guru-guru pun demikian. Deliar Noer menulis, “perhatian guru kepada sekolah dan kepada murid sangatlah besar. Tidak ada les ekstra di luar jam pelajaran, sehingga hubungan murid dengan guru pun memungkinkan terjaganya ketertiban: murid masih menghormati guru.”
Kalau kita memerlukan surat dari kelurahan, tidak perlu ada bayaran ekstra untuk kantor lurah. Demikian juga ketika berurusan dengan pihak kepolisian atau siapa saja yang menguasai birokrasi.
4. Hubungan antar Tokoh Bangsa Terjalin Baik
Perbedaan pendapat tidak merusak hubungan tersebut. Oleh karena itu, mereka dalam kehidupan sehari-hari biasa berkumpul bersama, misalnya di kafe parlemen atau konstituante. Dalam kehidupan politik, Pemilu tahun 1956 merupakan cermin dari kerukunan atas perbedaan, sangat minimal yang namanya money politik dan kecurangan.(*)