garutexpress.id- Salah satu kegiatan upacara tradisional di Kabupaten Garut adalah ritual “Cikahuripan Jaya” di Situs Ciela. Ritual yang telah sekian lama mentradisi secara turun-temurun ini biasa digelar pada bulan Muharam, minggu kedua.
Seperti diketahui, Situs Ciela berlokasi di Desa Ciela, Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Situs ini berdampingan dengan Situs Kabuyutan Ciburuy.
Menurut cerita dari para ahli warisnya, Ciela dan Ciburuy pada zaman dahulu kala adalah adik kakak yang diwarisi untuk menyimpan benda-benda pusaka para leluhur urang Sunda.
Benda Pusaka yang dikeramatkan pada ritual Cikahuripan Jaya di Situs Ciela di antaranya Kalung Tasbeh, tatu-batu, beberapa Keris, Golok, Meriam kecil kuno, Umbul-umbul Ciung Wanara dan yang paling legendaris sebuah Peta Kuno yang lebih dikenal Peta Ciela.
Sementara itu, ritual dilaksanakan di rumah Rumah (Alm) Iding Solihin yang sekarang diteruskan oleh anaknya yaitu Ihak.
Berikut ini rangkaian ritual Cikahuripan Jaya yang biasa digelar pada bulan Muharam itu :
1. Diawali dengan ziarah ke makam leluhur yaitu makam Eyang Panembong yang berada di lereng Gunung Cikuray. Ziarah ke makam Eyang Panembong dilaksanakan pagi hari sekitar pukul 06.00 WIB.
2. Sebelum dilaksanakan acara Tawasulan (Sholawatan) pada malam hari, keluarga besar Juru pelihara sudah mempersiapkan makanan ringan untuk para penabuh terebangan dan makanan untuk para peziarah. Malam hari tepat Pukul 20.00 WIB diadakan Tawasulan (Sholawatan) yang dilanjutkan dengan ‘ngabungbang.’ Tawasulan dilaksanakan sampai pukul 04.00 dini hari. Pada Tawasulan dimaksud dipergelarkan terbangan (semacam musik rebana) yang dibawakan oleh 12 orang serta dihadiri oleh para peziarah yang mengikuti tawasulan.
3. Pukul 04.00 WIB acara tawasulan selesai dilaksanakan dan dilanjutkan dengan acara ‘Beberesih‘ (mandi) di lokasi yang dikeramatkan yaitu di lokasi sumber mata air yang dinamakan Cikahuripan. Selain para peziarah, prosesi mandi juga diikuti oleh warga masyarakat sekitar. Sebelum mandi bersama, sesepuh berdo’a terlebih dahulu untuk meminta maaf kepada karuhun (leluhur) yang ada di lokasi Cikahuripan tersebut. Setelah selesai berdo’a, selanjutnya sesepuh mempersilahkan masyarakat dan peziarah untuk mandi pada 2 buah pancuran. Pancuran satu untuk wanita dan pancuran dua untuk laki-laki.
4. Setelah selesai melaksanakan mandi di Cikahuripan, para peziarah dipersilahkan untuk kembali ke rumah kuncen (Juru pelihara) untuk mengikuti kegiatan “muka” (pencucian benda-benda pusaka). Ritual tersebut dilaksanakan tepat pada pukul 07.00 WIB.
5. Diawali dengan pembacaan sholawat yang dipimpin oleh kasepuhan (yang dituakan), kemudian yang lain mengambil anak tangga yang disandarkan kearah “para” tempat penyimpanan benda pusaka. Sesudah semua benda pusaka terkumpul di bawah, maka juru pelihara (kuncen) mulai berdo’a sambil membuka kain putih (boeh larang) yang membungkus benda pusaka itu satu persatu.
6. Benda pusaka pertama yang dibuka yaitu keris, setelah diberi do’a, keris tersebut disimpan di atas ‘parupuyan’ (tempat membakar kemenyan) sambil dipegang dan selanjutnya dicuci dengan air yang sudah diberi do’a-do’a (jampi-jampi) kemudian diperlihatkan kepada masyarakat yang hadir.
7. Masyarakat pun melihat dengan seksama serta memberikan komentar apabila keadaan keris tersebut ada perubahan misalnya seperti : kotor, mulus, berkarat, atau ada yang semplak (patah).
8. Pusaka selanjutnya , Meriam kecil, prosesnya sama dengan keris, setelah kain putih dibuka, diasapkan di atas parupuyan lalu dicuci kemudian diperlihatkan kepada masyarakat. Setelah itu baru keris-ketis yang lainnya pun demikian. Dilanjutkan dengan membuka kalung tasbih, membuka batu-batu, membuka umbul-umbul dan yang terakhir adalah Peta Ciela.
Peta Ciela merupakan peta kuno yang diperkirakan dibuat pada abad ke 16. Beberapa tokoh arkeolog pernah meneliti peta ini. Petugas dari Museum Sri Baduga Jawa Barat bahkan pernah melakukan survey dan mendokumentasikan data serta fakta mengenai Peta Ciela ini. Namun sampai sekarang Peta Ciela masih disimpan oleh perorangan dan dirawat alakadarnya, tanpa adanya upaya memadai dari Pemerintah untuk melindungi Peta ini dari kemungkinan rusak atau hilang.
Diketahui, Peta Ciela berukuran 1,20 x 4 meter persegi, dibuat diatas kain putih dengan beberapa garis yang menggambarkan sungai-sungai termasuk sungai Cimanuk dan Citarum. Di dalamnya juga menggambarkan beberapa wilayah termasuk kawasan sekitar Cicalengka, dimana kemudian di tempat itu ditemukan candi kuno.
Menurut pemiliknya, peta ini juga menggambarkan beberapa lokasi dimana ada harta karun yang terpendam. Yang paling dominan ditemukan dalam Peta ini adalah daerah-daerah Pegunungan, sehingga para ahli memperkirakan Peta Ciela ini lebih mirip peta pegunungan di Jawa Barat.
Namun sejatinya sampai saat ini para ahli belum bisa menerangkan secara jelas kapan peta itu dibuat dan siapa yang membuatnya, dan kepentingan apa peta itu dibuat. Tulisan dan gambar dalam peta itu belum bisa dipahami maksudnya. Namun diperkirakan Peta Ciela menggambarkan beberapa wilayah Kerajaan yang pernah ada di Jawa Barat. Pada satu sisinya terdapat tanda tangan K.F. Holle yang mungkin dilakukan sebagai keisengan belaka. (*)
Dari berbagai sumber
Editor : Kang Cep