garutexpress.id- Sekitar tahun 2011, BNI’46 Cabang Garut mengucurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada nasabahnya. Untuk kredit itu, jaminannya kepemilkan tanah berupa kebun karet seluas lebih kurang 4 Hektare. Dari jaminan nasabahnya tersebut bank BNI 46 mengucurkan dana pinjaman sebesar Rp.389.529.000,-.
Namun, belakangan pinjaman KUR bank BNI 46 pada tahun 2011 tersebut menuai masalah. Atang Suparman yang merupakan warga Jalan Ciwalen, Kelurahan Ciwalen, Kecamatan Garut Kota, Kabupaten Garut yang mempermasalahkannya.
Atang Suparman mengaku tidak pernah mengajukan KUR dan tidak merasa menjadi nasabah BNI 46 dalam program kredit KUR tersebut.
Meskipun tidak merasa menjadi nasabah KUR BNI 46, justru pada tanggal 5 April 2018 lalu, Atang didatangi limha orang penagih hutang yang mengaku dari bank BNI 46. Dengan memperlihatkan Perjanjian Kredit no : 2011067 PT BNI’46 tanggal 26 Juni 2011 KUR, dengan jaminan kebun karet yang ditandatangani oleh pengganti sementara pimpinan BNI’46 Theresia Sri Astuti di Garut.
Mendapati persoalan tersebut, terang saja membuat Atang kaget, karena Atang tidak merasa menjadi nasabah KUR BNI 46 yang dimaksud oleh penagih tersebut.
“Jangankan mengajukan kredit ke Bank, rumahnya saja masih ngontrak, apalagi disebut memiliki lahan seluas 4 Hektare di Cibalong yang digunakan jaminan KUR di BNI 46, yang kemudian ditanyakan penagih hutang tersebut,” kata Atang.
Melalui kuasa hukum Silgar and Partners, Atang Suparman melakukan langkah hukum dengan melaporkan hal tersebut ke Polres Garut pada tanggal 17 Juli 2019.Terlebih, setelah dilakukan pengecekan, tanda tangan Atang Suparman dengan tanda tangan yang tertera di berkas BNI 46 berbeda.
Menurut keterangan Anton Widiatno SH, dari Silgar and Partners selaku kuasa hukum Atang Suparman, menyatakan, dari persolan kliennya tersebut patut diduga adanya manipulasi data yang dilakukan oleh BNI 46.
“Kami telah melakukan upaya mediasi ke pihak BNI. Terakhir kami lakukan pada 26 Agustus 2019, namun belum menemukan solusi yang diharapkan. Kita berangkat dari dasar klien kami tidak pernah mengajukan KUR seperti yang ditagihkan BNI,” ujar Anton, saat ditemui beberapa awak media di kantornya, Jalan Siliwangi, Garut, Senin (16/9/2019).
Diungkapkannya, sebelumnya pihaknya pernah menanyakan dan meminta konfrontir dengan orang-orang yang terlibat pada saat penanda tanganan perjanjian kontrak tahun 2011, yang katanya dilakukan di tengah area perkebunan karet tersebut,
“Entah apa dasarnya pihak BNI tidak mau menunjukan siapa saja yang terlibat waktu itu. Padahal mereka punya data-data lengkap, di sini terlihat ada yang ditutup-tutupi oleh BNI,” tukasnya.
Dari peristiwa demi peristiwa tersebut, bersama Otang Sudarman SH, Toni Basarudin SH, serta Hendra Gumilar MH, Anton telah membuat somasi kepada BNI.
“Dan setelah kami melakukan pelaporan ke Polres Garut sekarang masih terganjal dengan perizinan saat kami ingin membuka dokumen asli dari perjanjian kontrak tersebut.Sehingga keterangan dari pihak penyidik pun masih menunggu turunnya izin. Kita berpikir kalau klien kami tak pernah melakukan akad kredit dengan BNI sehingga dasar hukum atas kuasa dari konsumen pun patut dipertanyakan,” paparnya.
Dalam kasus tersebut, Kantor Hukum Silgar And Partners menuntut pihak BNI untuk segera meminta maaf kepada kliennya. Saat ini, kliennya secara psikologis mendapat tekanan karena merasa dirugikan seperti tidak bisa membuat ATM.
“Apalagi mengajukan kredit karena sudah di-blacklist, belum lagi cemoohan dari tetangga nya,” tukasnya.
Dijelaskannya, selain ke Polres Garut, pihaknya juga melaporkan kasus ini pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Kita juga akan beraudensi dengan DPRD Kabupaten Garut. Juga meminta bantuan Bank Indonesia (BI) sebagai Bank sentral Indonesia. Bahkan kami tengah mempersiapkan laporan ke Polda Jabar dengan tuduhan tindak pidana korupsi,” ungkapnya.
Untuk kasus ini, kantor hukum Silgar And Partners mengaku tidak meminta bayaran kepada kliennya. “Dengan alasan sosial ekonomi dari Atang Suparman (klien) layak untuk dibantu,” katanya. (*)
Penulis : Tim GE
Editor : ER